Minggu, 26 Juni 2016

Berjauhan dengan Istri



                                 Berjauhan dengan Istri



Pernikahan bukan saja mengatur masalah mahar, masalah keuangan keluarga, dst tapi mengatur banyak aspek, diantara suami istri dan kedua keluarga besar masing-masing. Saat resepsi bangak teman, keluarga yang mengucapkan do’a, diantara “ semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, disamping do’a tuntunan Rasululloh Saw “ semoga Alloh memberi keberkahan kepadamu saat senang, semoga Alloh memberikan keberkahan  kepadamu saat kesusahan, dan semoga Alloh mengumpulkanmu dalam kebaikan”  untuk bisa hidup bahagia, hidup menyenangkan dan meneruskan keturunan.
Namun tidak semua cita-cita  sesuai harapan, banyak hal yang menjadi ujian dalam menjalaninya, salah satunya adalah saat mestinya bersama-sama menciptakan rumah tangga, terpaksa harus berpisah. Berpisah karena tugas, karena pekerjaan dst, yang membuat mereka suami – istri harus berlainan tempat.  Berpa lama suami atau istri harus meninggalkan pasangan masing-masing, terutama suami kepada istri dalam merantau.

Para ulama sepakat bahwa batas maksimum suami diperbolehkan untuk berada jauh dari istrinya hanyalah empat bulan, atau enam bulan paling lama. Ini adalah periode maksimum, utamanya untuk para istri dapat bertahan ketika berpisah dari suaminya.

Dalam suatu riwayah dikisahkan, bahwa pernah terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri yang merindukan sentuhan suaminya, sementara suaminya sedang tidak berada di sisinya karena tengah mengemban tugas berjihad di medan perang. Suatu malam Khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu tengah melakukan perjalanan keliling Madinah yang mana hal demikian sering dilakukannya semenjak ia menjabat khalifah. sekonyong-konyong Umar bin Khatthab mendengar seorang perempuan Arab berkata :

Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang

Setelah itu perempuan itu menghela nafas dalam-dalam seraya berkata “Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan diriku…”Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia bergumam “Semoga Allah merahmatimu.” Setelah tahu persoalannya, kemudia Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut yang sedang berperang jihad dan menyuruhnya pulang.

Selanjutnya Umar mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya “Wahai putriku, berapa lamakah seorang perempuan tahan berpisah dengan suaminya?” Lalu Hafshah menjawab, “Bisa sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Setelah empat bulan ia tidak akan mampu lagi bersabar. Riwayat lain menyebutkan “Lima bulan, enam bulan.”

Maka sejak saat itu, khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu menetapkan jangka waktu itu sebagai ukuran lamanya pengiriman pasukan ke medan perang. Wallohu’alam----mr---------

Tidak ada komentar: