Berjauhan
dengan Istri
Pernikahan
bukan saja mengatur masalah mahar, masalah keuangan keluarga, dst tapi mengatur
banyak aspek, diantara suami istri dan kedua keluarga besar masing-masing. Saat
resepsi bangak teman, keluarga yang mengucapkan do’a, diantara “ semoga menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, disamping do’a tuntunan Rasululloh
Saw “ semoga Alloh memberi keberkahan kepadamu saat senang, semoga Alloh
memberikan keberkahan kepadamu saat
kesusahan, dan semoga Alloh mengumpulkanmu dalam kebaikan” untuk bisa hidup bahagia, hidup menyenangkan
dan meneruskan keturunan.
Namun tidak
semua cita-cita sesuai harapan, banyak
hal yang menjadi ujian dalam menjalaninya, salah satunya adalah saat mestinya
bersama-sama menciptakan rumah tangga, terpaksa harus berpisah. Berpisah karena
tugas, karena pekerjaan dst, yang membuat mereka suami – istri harus berlainan
tempat. Berpa lama suami atau istri
harus meninggalkan pasangan masing-masing, terutama suami kepada istri dalam
merantau.
Para ulama sepakat bahwa batas
maksimum suami diperbolehkan untuk berada jauh dari istrinya hanyalah empat
bulan, atau enam bulan paling lama. Ini adalah periode maksimum, utamanya untuk
para istri dapat bertahan ketika berpisah dari suaminya.
Dalam suatu riwayah
dikisahkan, bahwa pernah terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri
yang merindukan sentuhan suaminya, sementara suaminya sedang tidak berada di
sisinya karena tengah mengemban tugas berjihad di medan perang. Suatu malam
Khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu tengah melakukan perjalanan
keliling Madinah yang mana hal demikian sering dilakukannya semenjak ia
menjabat khalifah. sekonyong-konyong Umar bin Khatthab mendengar seorang
perempuan Arab berkata :
Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang
Setelah itu perempuan
itu menghela nafas dalam-dalam seraya berkata “Alangkah sepinya, betapa lama
suamiku meninggalkan diriku…”Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu
lalu ia bergumam “Semoga Allah merahmatimu.” Setelah tahu persoalannya, kemudia
Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut yang sedang berperang jihad
dan menyuruhnya pulang.
Selanjutnya Umar
mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya “Wahai putriku, berapa lamakah seorang
perempuan tahan berpisah dengan suaminya?” Lalu Hafshah menjawab, “Bisa
sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Setelah empat bulan ia tidak akan mampu
lagi bersabar. Riwayat lain menyebutkan “Lima bulan, enam bulan.”
Maka sejak saat itu,
khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu menetapkan jangka waktu itu
sebagai ukuran lamanya pengiriman pasukan ke medan perang. Wallohu’alam----mr---------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar