Kamis, 14 Februari 2013
Senin, 11 Februari 2013
Berduaan
Berduaan
Yang dimaksud berduaan di sini adalah pacaran
setelah pinangan, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah khitbah.
Sengaja ini dikemukakan karena biasanya bila seseorang sudah melakukan pinangan ia
diperbolehkan berduaan selayak suami istri yang telah menikah, dan orang yang
melihatpun nampak memakluminya, jadi ada semacam pembolehan. Padahal menurut
syariat ia masih dikategorikan orang lain yang belum punya ikatan apa-apa.
Khitbah atau pinangan hanyalah merupakan permulaan awal pengantar menuju nikah,
hanya sebatas itu*1. Maka kelirulah bagi yang membolehkan berduaan yang
seolah-olah sudah tidak ada batas bagi keduanya, dan di sinilah sering terjadi
fitnah.
Perlu ada pembeda antara khitbah –pinangan-
dengan zawaj-nikahan, untuk memperjelas boleh tidaknya berduaan, dan syariat
secara jelas membedakannya. Sekali lagi, khitbah tidak lebih hanya akad sekedar
menyampaikan keinginannya untuk menikah dengan perempuan tertentu yang dituju
dan hanya berakibat menghalangi bagi laki-laki lain yang ingin meminangnya*2,
sedang zawaj merupakan akad nikah yang mengikat
menurut syariat dan memiliki hukum yang kuat dengan hak dan akibat yang
mengaturnya, sehingga memiliki kekuatan hukum yang palid.
Qs 2: 235, telah mengungkapkan kedua perkara tersebut, yaitu ketika membicarakan wanita yang berkaitan dengan kematian suaminya . "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang suaminya telah meninggal dan masih dalam masa 'iddah) itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf (sindiran yang baik). Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum habis 'iddahnya." (QS Al-Baqarah: 235)
Karena itu, selama belum ada ijab qobul-nikah
belum dilaksanakan, maka pernikahan itu belum terwujud menurut syariat agama,
dan perempuan tersebut tetap kedudukannya
manjadi orang lain , yang merupakan orang asing bagi peminangnya dan
tidak diperbolehkan berduaan apalagi
diberi kebebasan saat ada dirumahnya, seolah-olah sudah menjadi bagian keluarga
si perempuan.
Khitbah*3, tidak lantas membolehkan berduaan*4, tidak halal baginya kecuali disertai salah seorang mahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya. Dan baginya belum punya kewajiban apa-apa, begitupun bila kelak tidak menuju pada pernikahan. Artinya bila si perempuan ditinggalkan atau adanya pembatalan pinangan, maka bagi laki-laki peminang maka ia tidak punya kewajiban apa-apa kecuali hukuman moral berupa celaan semata. Kalau demikian keadaannya, mana mungkin si peminang akan diperbolehkan berbuat terhadap wanita pinangannya sebagaimana yang diperbolehkan bagi orang yang telah melakukan akad nikah.
"...Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS Al-Baqarah: 229)
"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An Nur: 52) semoga bermanfaat, mr-feb2013
Khitbah*3, tidak lantas membolehkan berduaan*4, tidak halal baginya kecuali disertai salah seorang mahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya. Dan baginya belum punya kewajiban apa-apa, begitupun bila kelak tidak menuju pada pernikahan. Artinya bila si perempuan ditinggalkan atau adanya pembatalan pinangan, maka bagi laki-laki peminang maka ia tidak punya kewajiban apa-apa kecuali hukuman moral berupa celaan semata. Kalau demikian keadaannya, mana mungkin si peminang akan diperbolehkan berbuat terhadap wanita pinangannya sebagaimana yang diperbolehkan bagi orang yang telah melakukan akad nikah.
"...Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (QS Al-Baqarah: 229)
"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An Nur: 52) semoga bermanfaat, mr-feb2013
-----------
*1. Merupakan adat –kebiasaan yang ada di masyarakat dan berbeda-beda caranya di setiap daerah. Abu Buraidah M Fauzi, Meminang dalam Islam,Penerbit : Pustaka Al-kautsar Jakarta, Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah, buku saku sejak memilih, meminang, hingga menikah, sesuai sunnah, pn- pustaka umar
*2.
Khitbah, meski dilakukan dengan berbagai upacara, hal itu tak
lebih hanya untuk menguatkan dan memantapkannya saja. Dan bagaimanapun
keadaannya ia tidak akan dapat memberikan hak
apa-apa kepada si peminang melainkan hanya dapat menghalangi lelaki lain
untuk meminangnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits, "Tidak
boleh salah seorang diantara kamu meminang pinangan saudaranya."
(Muttafaq Alaih)
*3.
Sekarang lebih dikenal dan tren dengan istilah ta’aruf-walaupun tidak semua
orang sependapat, prosesi yang ditujukan untuk keduanya saling
mengenal termasuk juga antar keluarga.
*4.
Istilah agama berhalwat, tindakan haram karena mendatangkan perbuatan yang
mendekati zina.” Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Israa’:
32)
Minggu, 10 Februari 2013
Mencukur bulu kemaluan
Mencukur bulu kemaluan
Sebenarnya membicarakan masalah ini agak
sedikit terkesipu, karena masalahnya yang agak sentisip, namun dibalik itu, masalah
ini tidak bisa dikesampingkan dalam kenyataan keseharian hidup dan terkadang
menjadi persoalan, apakah memang dibenarkan bila dicukur atau adakah
larangannya. Karena apapun yang telah
ditetapkan Allah SWT semua mengandung makna, tinggal bagaimana menyikapinya.
Dalam obrolan ringan ada saja yang
menyeletukinya, walaupun itu mungkin hanya sekedar bayolan, dengan maksud
melucu dalam guyonan lain sebagai bumbu peramai.
Bagi manusia yang normal, rambut akan tumbuh
selaras dengan tambahnya usia, baik yang
tumbuh secara zohir terlihat maupun yang tersembunyi, di sekitar alat vital
baik laki-laki maupun perempuan. Rambut tersebut harus tetap diurus agar bersih
dan tidak mengandung penyakit-bakteri dst. Selanjutnya apakah memang boleh
dicukur, bagaimana dengan kesehatannya, karena semua tentu punya makna
tersendiri, ada segi baik dan buruknya.
Menurut tuntunan syariat Islam, para ulama
sepakat sunnah hukumnya mencukur atau memotong bulu kemaluan, baik laki-laki
maupun perempuan. Namun menjadi perdebatan ketika muncul persoalan mana yang lebih baik dicabut atau
dicukur. Dalam hal ini mazhab Hanafi
menganjurkannya untuk dicabut, sedang Maliki dan Hambali mengatakan lebih utama untuk
mencukurnya.
Ada beberapa hadist yang berkaitan dengan mencukur
bulu kemaluan termasuk sunah yang dianjurkan dan bagian dari fitrah manusia:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الفِطْرَةُ خَمْسٌ: الخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ،
وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الآبَاطِ
“Fitrah ada
lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, potong kuku, dan
mencabut bulu ketiak.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, dan yang lainnya).
dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
bahwa beliau mengatakan:
وقت لنا في قص الشارب وتقليم الأظفار ونتف الابط وحلق
العانة ألا نترك أكثر من أربعين ليلة
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan batas waktu kepada kami untuk memendekkan
kumis, potong kuku, mencabut bulu ketiak, dan cukur bulu kemaluan, agar tidak
kami biarkan lebih dari 40 hari.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasai, Abu Daud, dan yang
lainnya).
Demikian sekelumit tentang mencukur rambut
kemaluan yang termasuk sunanul
fitrah -keadaan normal manusia sesuai fitrah penciptaannya-. Syariat selalu memotivasi umatnya dalam bermuamalah
untuk senantiasa menjaga sunanul
fitrah. Namun disisi lain, ternyata pula bahwa mempertahankan bulu kemaluan sangat penting untuk mencegah masuknya kotoran yang mengandung penyakit ke kemaluan-terutama perempuan. Di samping banyak juga yang percaya bahwa rambut kemaluan dapat menjaga suhu daerah kemaluan tetap terjaga stabil, baik bagi laki-laki maupun perempuan agar tetap hangat.Wallu’alam, mr-feb2013
Musafir
Musafir
Dalam sebuah riwayah, Rasulullah pernah mengkiaskan
tentang kehidupan dunia ibarat musafir yang pergi jauh dari kampung halamannya,
dan sekali waktu pasti ingin kembali, yaitu kembali ke surga sebagai kampung
halamannya , dimana Nabi Adam As sebagai manusia pertama tinggal. Untuk bisa
kembali ia harus sungguh-sungguh bekerja dan membawa bekal yang cukup, yaitu amal
kebaikan berupa pahala.
Dari Ibnu Umar rodhiallahu
‘anhu berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundakku dan
bersabda, “Jadilah engkau di dunia ini
seperti orang asing atau penyeberang jalan.” Ibnu Umar rodhiallahu ‘anhu
berkata, “Jika kamu berada di sore
hari, jangan menunggu pagi hari, dan jika engkau di pagi hari janganlah
menunggu sore, manfaatkanlah masa sehat. Sebelum datang masa sakit dan masa
hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)*1.
Dalam riwayah lain, Ibnu Umar berkata: “Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah memegang kedua pundakku”, hal ini menunjukkan perhatian yang
besar pada beliau, dan saat itu umur beliau masih 12 tahun. Ibnu Umar berkata:
“beliau pernah memegang kedua pundakku”. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau penyeberang
jalan”. Jika manusia mau memahami hadits ini maka di dalamnya terkandung wasiat
penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhnya manusia (Adam) memulai
kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi ini sebagai cobaan, maka
manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam kehidupannya. Kedatangan
manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti datangnya orang asing.
Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam
masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Alloh adalah surga.
Sesungguhnya Adam diusir dari surga adalah sebagai cobaan dan balasan atas
perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika engkau mau merenungkan hal ini, maka
engkau akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan senantiasa
mengingatkan nafsunya dan mendidiknya dengan prinsip bahwa sesungguhnya tempat
tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia berada pada tempat yang
penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir sebagaimana
yang disabdakan oleh Al Musthofa shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai musafir, ia tidak akan dapat kembali ke kampung halamannya
sehingga dia beramal dengan amalan yang menjadi syarat untuk dapat kembali.
Syaratnya adalah senantiasa menghadirkan hukum syariat di hatinya dalam setiap
keadaan kemudian melaksanakan konsekuensi hukum tersebut. Jika lalai dan
terjerumus dalam dosa segera istighfar dan bertaubat sehingga keadaannya lebih
baik dibanding sebelum berdosa. Itulah manusia yang dapat kembali ke kampung
halamannya dalam keadaan yang paling sempurna.
Demikianlah hakikat dunia, tempat musafirnya manusia seperti Nabi Adam
telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh yang hidup selama
1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun.Qs Al Ankabut 14 : “Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun
kurang lima puluh tahun” (QS Al Ankabut: 14)
Kemudian zaman itu selesai dan telah berlalu, datang lagi sebuah kaum yang hidup
selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu kembali. Kemudian setelah mereka, datang lagi kaum
yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 50 tahun 40 tahun dan seterusnya. Semakin lama semakin pendek jaraknya, dan kematian akan menghampiri
setiap orang dan kembali ke kampung halamannya dengan selamat bagi yang cukup bekal. karena itu Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma mengatakan:“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum
mati” (HR. Bukhori)
Karenanya setiap orang wajib untuk memberikan perhatian
pada dirinya dan sadar betul akan kedudukannya di dunia, bahwa dunia adalah negeri yang
asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara
dan tidak kekal, dengan demikian niscaya
hati akan menjadi sehat, tidak khilap dengan segala cobaan dunia. Qs 3: 14 “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga). Ali Imron: 14.
“Jika engkau berada
di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi
hari jangan menunggu datangnya sore.”mr- feb2013
---------
*1.
Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press
Langganan:
Postingan (Atom)