hubungan Menurut Islam
Ada banyak hal yang perlu dipelajari dan diamalkan
oleh pasangan suami istri agar meraih ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah)
dan kasih sayang (rahmah), baik lahir maupun batin. Salah satunya dan tidak
kalah petingnya adalah jima’ di sana ada
sedekah, Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada
sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala
dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian
menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa, Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan
di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu
Khuzaimah
Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur
penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Maka
ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut,
dikhawatirkan akan mendatangkan perselingkuhan. Sesuai dengan prinsip dasar
islam, selagi tidak berbahaya dan
membahayakan, segala upaya mencapai faragh- puncak jima, hukumnya menjadi
boleh.
Mengesampingkannya bisa jadi akan mengakibatkan
ketidak baikan untuk kesehatan, seperti yang disampaikan Muhammad bin Zakariya
“Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya
akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat.
Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat
membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram.”Sedangkan di antara
manfaat bersetubuh dalam pernikahan adalah terjaganya pandangan mata dan
kesucian diri serta hati dari perbuatan haram.
Puncak kenikmatan tersebut dinamakan orgasme atau
faragh. Meski tidak semua hubungan jima berujung faragh, tetapi upaya optimal
pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faraghj yang adil
adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan
istri. Namun, kepuasan yang wajib diupayakan dalam jima’ adalah kepuasan
yang berada dalam batas kewajaran manusia, adab beragama dan beribadah. Tidak
dibenarkan menggunakan dalih meraih kepuasan untuk melakukan praktik-praktik yang
menyimpang. Karenya syariat mengaturnya dengan adanya adab berjima,
Adab di dalam jima’ bukan hanya membuat hubungan suami istri
lebih intim, tetapi juga menjadikan kenikmatan dunia itu sebagai ladang pahala.
Menjalankan adab-adab jima’ bukan hanya membawa kebahagiaan bagi suami dan
istri, tetapi juga mendatangkan keberkahan bagi keluarga dan keturunan yang
ditakdirkan Allah SWT, dari proses
tersebut jima, diantaranya adalah
ü Bersih
Diri dan berwudhu, Mengkondisikan tubuh bersih (dengan mandi dan
gosok gigi) adalah bagian dari adab jima’ sekaligus membuat suami atau istri lebih
tertarik. Sebaliknya, tubuh yang tidak bersih cenderung mengganggu dan
menurunkan daya tarik. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari
pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan
bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau
cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR.
Abu Daud dan Ahmad
ü Memakai
parfum/wewangian , Wewangian adalah salah satu sunnah Nabi. Beliau
bersabda: “Empat macam diantara
sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak
dan menikah” HR. Tirmidzi.
Bagi istri, memakai parfum/wewangian yang dianjurkan adalah saat-saat seperti ini, bukan pada waktu keluar rumah yang justru dilarang Rasulullah.
Yang perlu diperhatikan di sini ialah, aroma atau jenis wewangian yang dipakai hendaknya yang disukai suami atau istri. Sebab, ada suami atau istri yang tidak menyukai aroma wewangian tertentu. Wewangian yang tepat membuat hasrat suami atau istri semakin meningkat.
Bagi istri, memakai parfum/wewangian yang dianjurkan adalah saat-saat seperti ini, bukan pada waktu keluar rumah yang justru dilarang Rasulullah.
Yang perlu diperhatikan di sini ialah, aroma atau jenis wewangian yang dipakai hendaknya yang disukai suami atau istri. Sebab, ada suami atau istri yang tidak menyukai aroma wewangian tertentu. Wewangian yang tepat membuat hasrat suami atau istri semakin meningkat.
ü Shalat dua raka’at, Adab ini
terutama bagi pengantin baru, agar mengajak istrinya shalat dua raka’at
terlebih dahulu ketika memulai malam pertama.
ü Berdandan
dan berpakaian yang disukai suami atau istri, Adakalanya
istri malu memakai pakaian minim yang disukai suaminya. Padahal dalam sebuah
hadits disebutkan “Sebaik-baik istri
kalian adalah yang pandai menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat. Yakni
kerasp menjaga kehormatan dirinya lagi pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR.
Ad Dailami).
Senada dengan hadits itu, Muhammad Al Baqir, cicit Husain bin Ali menjelaskan: “Sebaik-baik wanita diantara kalian adalah yang membuang perisai malu ketika menanggalkan pakaian di hadapan suaminya dan memasang perisai malu ketika ia berpakaian kembali.” Ini kemudian menjadi dalil bahwa di dalam jima’, suami istri boleh menanggalkan pakaian dan tidak haram melihat aurat masing-masing.
Senada dengan hadits itu, Muhammad Al Baqir, cicit Husain bin Ali menjelaskan: “Sebaik-baik wanita diantara kalian adalah yang membuang perisai malu ketika menanggalkan pakaian di hadapan suaminya dan memasang perisai malu ketika ia berpakaian kembali.” Ini kemudian menjadi dalil bahwa di dalam jima’, suami istri boleh menanggalkan pakaian dan tidak haram melihat aurat masing-masing.
ü Jima’ di
tempat tertutup, Islam mengatur kehidupan umat manusia agar
kehormatan dan kemuliaannya terjaga. Demikian pula dengan jima’. Ia harus
dilakukan di tempat tertutup, tidak diketahui oleh orang lain meskipun ia
adalah anak atau keluarga sendiri. Karenanya saat anak berumur 10 tahun, Islam
mensyariatkan untuk memisahkan kamar anak-anak. Kamar anak laki-laki terpisah
dari kamar anak perempuan. Begitu juga dengan kamar orang tuanya, jangan sampai
ia tidur di kamar orang tuanya. Kalaupun sampai ia menginap, Pastikan ia tidak
melihat aktifitas orang tuanya.
ü Berdoa
sebelum jima’, Yakni membaca doa ‘ Dengan Nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syetan, dan jauhkan
syetan agar tidak mengganggu apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami”
(HR. Bukhari dan Muslim)
ü Melakukan
mubasharah, ar rasuul, foreplay, atau pemanasan, Hendaknya
suami tidak langsung ke inti, tetapi ada mubasharah/ar rasuul/ foreplay
terlebih dulu. “Janganlah salah
seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia
terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,”
(HR. Tirmidzi)
ü Membawa
ke puncak, saling memberi hak, “Apabila
salah seorang diantara kamu menjima’ istrinya, hendaklah ia menyempurnakan
hajat istrinya. Jika ia mendahului istrinya, maka janganlah ia tergesa
meninggalkannya.” (HR. Abu Ya’la)
ü menncuci
kemaluan dan berwudhu jika mau mengulangi, “Jika
salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin
mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)
ü Mandi
besar (janabat) setelah jima’ dariAisyah
Radhiyallahu Anha:
“Apabila Rasulullah hendak mandi junub (mandi besar), beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya sebelum memasukannya ke dalam bejana. Kemudian beliau membasuh kemaluannya dan berwudhu seperti halnya berwudhu untuk shalat. Setelah itu, beliau menuangkan air pada rambut kepalanya, kemudian mengguyurkan air pada kepalanya tiga kali guyuran, kemudian mengguyurkannya ke seluruh tubuhnya,” (HR At-Tirmidzi: 104, dan Abu Daud: 243).
“Apabila Rasulullah hendak mandi junub (mandi besar), beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya sebelum memasukannya ke dalam bejana. Kemudian beliau membasuh kemaluannya dan berwudhu seperti halnya berwudhu untuk shalat. Setelah itu, beliau menuangkan air pada rambut kepalanya, kemudian mengguyurkan air pada kepalanya tiga kali guyuran, kemudian mengguyurkannya ke seluruh tubuhnya,” (HR At-Tirmidzi: 104, dan Abu Daud: 243).