Mengemis
Di pertigaan, diperempatan, bahkan di komplek dn jalan kampungpun sering diketemukan pengemis, ada yang seakan-akan lumpuh, untuk berjalan saja harus mengeot, strok dengan berjalan tertatih tatih, didorong menggunakan gerobak dst, begitu juga dengan pembangunan musholah dan majid, banyak yang meminta sumbangan di pinggir jalan dengan meletakkan drum bekas minyak, aspal untuk menghammbat lajunya kenaraan. Mskipun dengan yang terakhir ini udah dikatakan mengemis ataubukan, wallahu’alam.
Tetapi semua itu meminta yang dipertigaan jalan disebut mengemis, bila bulan ramadhan semakin bertambah lagi, hampir di setiap sudut jalan mereka ada sendiri-sendiri maupun berkelompok dengan membawa anak atau keluarganya. Kalau ditanyakan mereka sebagian besar muslim, setidaknya demikian menurut identitas KTP.
Padahal syariat mengarahkan umatnya demikian, Islam adalah agama yang positif, produktif, dan bahkan kontributif. Positifnya mengandung nilai-nilai kemuliaan. Produktifnya selalu menganjurkan umatnya untuk selalu bekerja dengan berbagai profesi yang halal. Kontributifnya selalu menganjurkan umatnya suntuk memiliki semangat memberi.
Dalam catatan sejarahnya, syariat melarang umatnya meski itu baik, seperti beribadah saja dengan melupakan keluarganya, ia harus mencari napkah keluarganya, bekerja bukan mengemis. “Sesungguhnya Rabbmu punya hak atas dirimu, dirimu sendiri punya hak atas dirimu, dan keluargamu punya hak atas dirimu, maka berikan hak kepada tiap-tiap yang memilikinya (Sahih, HR. al-Bukhari)
"Siapa merasa cukup, Allah mencukupkannya. Siapa memelihara diri -dari
minta-minta-, Allah pun memeliharanya." (HR Bukhari, Muslim, dan
Ahmad).
Salah satu pelajaran yang dapat dipetik dari khutbah Rasulullah di atas, adalah bahwa manusia dilarang meminta-minta sebagai profesi atau usaha. Karena bukan saja menunjukkan kemalsan tiada usaha, yang demikian itu juga merusak mental dan perbuatan tercela, firman Allah Qs al-Baqarah 2:273 'Berinfaklah- kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Salah satu pelajaran yang dapat dipetik dari khutbah Rasulullah di atas, adalah bahwa manusia dilarang meminta-minta sebagai profesi atau usaha. Karena bukan saja menunjukkan kemalsan tiada usaha, yang demikian itu juga merusak mental dan perbuatan tercela, firman Allah Qs al-Baqarah 2:273 'Berinfaklah- kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Qs
39:39, Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu,
sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui,QS.
Az-Zumar 39:39
Selain itu bekerja merupakan suatu pertanda keberadaan manusia. Tanpa
kerja, manusia sama dengan tidak ada-wujuduhu ka `adamihi. Di samping juga
penting, karenakerja menjadi satu-satunya jalan agar manusia bisa
mengaktualisasikan bakat-bakat dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga
ia dapat membebaskan diri dari ketergantungan secara ekonomi dengan
pihak-pihak lain, dapat berinvestasi kebaikan untuk kebahagiaannya sendiri di
dunia dan akhirat.
Dari itu, sekali lagi berusa dan bekerjalah Qs 62:10, 'Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak supaya kamu beruntung'. QS. Al Jumuah
62:10
demikian sesunggunya etos dan pesan moral yang disampaikan Nabi SAW,
yaitu bekerja dan jangan minta-mita. Islam sebagai agama menyeru umatnya bekerja dan
membenci yang malas yang tidak mau bekerja. Alloh mencintai umatNya yang
kuat dan membenci umatnya yang lemah. . muchroji m
ahmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar