Rabu, 10 April 2013

Menyantuni duafa



Menyantuni duafa
Sudah menjadi sunatullah, bahwa hidup itu saling tolong menolong satu dengan lainnya, maksudnya seseorang tidak akan bisa hidup sendiri, tanpa orang lain. Sebagai contoh yang mudah adalah bila orang butuh makan, maka ia harus membeli beras di warung, pemilik warung tentu tidak bisa  menanam padi sendiri, ia membeli dari petani, si petani juga tidak membajak sawahnya sendiri, dibantu tetangganya begitu seterusnya. Sudah punya beras karena kesibukannya ia juga masih perlu bantuan orang lain yang memasaknya yaitu pembantu rumah tangga namanya. Jadi seseorang tidak bisa hidup sendiri, apalagi kalau ia sakit tentu memerlukan jasa dokter. Apalagi berkenaan gedung-gedung tinggi yang ada di Jakarta, tentu yang membangun sebagai pekerjanya bukan pemiliknya, para derektur atau menejer, melainkan tukang bangunan.
Dalam syariat Islam, seseorang membutuhkan orang lain dan saling menolong  yang dikenal dengan istilah ta’awanu alal birri wattaqwa “ tolong menolong dalam kebenaran dan taqwa. Firman Allah SWT, Qs: 5:2
...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Qs Al-Maidah 2.
Dalam kaitan ini tentu saja menolong orang yang sedang dalam kesusahan merupakan suatu yang diperintahkan. Para duafa – orang yang memang semestinya mendapat pertolongan dari yang mampu, agar mereka dapat bangkit dari kesusahannya. Dari pada uang dihamburkan hanya untuk sedekar makan di tempat yang bergengsi, pesta-pesta dst, sedang di sisi lain banyak orang yang sedang kesusahan, untuk sekedar makan sehari saja sulit didapat. Firman Allah Qs Al-Furqan 67.
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).
Orang yang diberikan kelebihan rezeki, sudah sebaiknya mengeluarkan bagian yang menjadi hak orang lain, dalam hal ini para duafa yang patut mendapat pertolongan. Agar rezeki tersebut bermanfaat dan sebagai tanda syukur, yang kesemuanya ditanyakan pertanggung jawabannya.
Sabda Rasulullah Saw, “Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan) dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)


Tidak ada komentar: