merayakan idul fitri
waktu kecil atau siapapun semasa
kecilnya, lebaran-idul fitri merupakan hari yang membahagaiakan. Hari yang
ditunggu-tunggu kedatangannya, pada saat itu ia memakai baju baru, celana baru,
sandal dan sepatu baru, makan-makanan yang enak yang pada hari biasa tidak
didapatinya, dapat uang persenan dari keluarga juga orang lain saat berkunjung
berlebaran, bisa jajan sendiri sesuai
keinginan, bisa main petasan berrsama teman-teman dst, yang jelas hari itu
sangat menyenangkan-hari yang membahagiakan.
Itulah dunia dan angan-angan
anak-anak akan lebaran yang menyenangkan, lebaran yang penuh kegembiraan. Terus
berkembang dan berkembang akan makna lebaran, sebagai penghujung melebur dosa
antar sesama yang saling mema’afkan. Sehingga penyembutannya pun tidak
terbayang akan asyiknya main petasan, dapat persenan uang yang menyenangkan.
Persiapannya saat tiba lebaran menjadi :
·
Mandi, mensucikan diri dalam menyambutnya agar hari yang suci
benar-benar dalam keadaan suci, bersih dari kotoran yang menempel dalam diri,
bersih jugwa dalamnya. Bersih dari
pikiran yang yang selalu menyelimuti keinginan duniawiyah. Saat Ali Ra,
kholifah ke empat ditanya tentang mandi, beliau menjawab ‘Mandi pada hari
Jum’at, hari Arafah, hari Nahr (Idul Adha) dan Hari Fitr -Idul Fitri
·
Memakai pakaian baru, Abdullah
bin Umar radhiallahu anhuma berkata, ‘Umar radhiallahu anhu mengambil sebuah
jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, belilah ini
dan berhiaslah dengannya untuk Hari Raya dan menyambut tamu.’ Maka Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang
yang tidak mendapatkan bagian (di hari kiamat)”
Ini dimaksudkan
bahwa berpakaian dan berhias pada hari idul fitri merupakan kebiasaan yang
sudah dikenal. Ada juga yang mengatakan bahwa ‘Hadits ini menunjukkan diperintahkannya berhias pada Hari Raya
dan itu merupakan perkara biasa pada, dan merupakan persetujuan Nabi tentang
berhias di Hari Raya, adapan pengingkarannya hanya terbatas pada macam
pakaiannya, karena dia terbuat dari sutera.”
·
Mengenakan Wewangian Yang Paling Baik, Terdapat riwayat shahih dari Ibnu
Umar radhiallahu anhuma bahwa beliau mengenakan wewangian pada hari Idul Fitri,
sebagaimana terdapat dalam kitab Ahkamul Idain, ‘Aku mendengar para ulama
menyatakan disunnahkan berhias dan mengenakan wewangian pada setiap Id, dan
Imam Syafi’i menyatakannya sunnah.’
Berhias dan mengenakan bagi wanita
berlaku bagi mereka yang berdiam di rumah, memakai pakaian bagus, membersihkan diri,
mengenakan wewangian, memotong rambut dan menghilangkan bau badan berlaku sama
bagi orang yang berangkat shalat Id, karena hari itu adalah hari berhias, bagi wanita,
jika ia keluar, maka mereka tidak
boleh berhias, bahkan hendaknya dia keluar dengan pakaian sederhana, jangan
memakai pakaian yang paling bagus, tidak juga dibolehkan memakai wewangian,
khawatir ada yang terkena fitnah karenanya.
·
Takbir, Disunnahkan bertakbir pada hari Idul Fitri sejak hilal
terlihat, berdasarkan firman Allah Ta’ala, Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” QS. Al-Baqarah: 185
·
Berkunjung, kepada kaum kerabat, tetangga dan teman-teman. Hal
tersebut telah menjadi kebiasaan masyarakat pada Hari Raya. Ada pula yang
mengatakan bahwa hal itu termasuk dalam hukum disunnahkannya merubah arah jalan
(saat berangkat dan pulang) dari tempat pelaksanaan shalat Id.
dari Jabir bin Abdullah radhiallahu
anhuma, dia berkata, “Adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, pada hari Id
menempuh jalan yang berbeda (antara pergi dan pulang. HR. Bukhari
·
Ucapan Selamat, selamat berlebaran dengan ucapan yang dianjurkan,
تقبل الله منا ومنكم
“Semoga Allah menerima (amal ibadah) kita semua.” Dari Jabir bin
fir dia berkata, ‘Adalah para
shahabat Nabi apabila mereka bertemu
pada hari Id, satu sama lain berkata, taqabbalallahu minna wa minka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah
rahimahullah berkata, ‘Mengucapkan selamat pada Hari Raya, yang satu sama lain
saling mengucapkan ‘taqabbalallahu minka wa minkum’ atau ‘Ahaalahullahu alaika’
dan semacamnya. Hal ini telah diriwayatkan dari sejumlah shahabat bahwa mereka
telah melaksanakannya. Para imam pun telah memberikan keringanan dalam masalah
ini, seperti Imam Ahmad dan lainnya. ‘Saya tidak memulainya kepada seorang pun,
tapi jika seseorang telah memulainya kepadaku, maka aku menjawabnya, karena
menjawab ucapan selamat itu wajib.’
Perlu diingat mengucapkan selamat bukan merupakan sunah yang diperintahkan, juga bukan perkara yang dilarang. Yang
melakukannya, ada teladan baginya, dan siapa yang meninggalkannya, juga ada
teladan baginya.
·
menyiapkan Makan dan Minum, meski tidak biasanya, melebihkan
makanan dan minuman saat lebaran tidaklah mengapa. Karena saat itu sanak
keluarga akan berkumpul, bahkan juga para tetangga dan sesama muslim yang
sedang lewat kemudian mampir saling memberikan selamat. Yang tidak boleh adalah
makanan dan minuman yang dilarang.
Dari Nubaisyah Al-Huzali radhiallahu
anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, ‘Hari-hari
Tasyrik adalah hari-hari makan dan minum dan berzikir kepada Allah.” HR. Muslim-----wallohu’alam
----mr--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar