Menembus langit
Dalam kisah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang pernah ditanya oleh sahabatnya mengenai orang yang wajib kita hormati. Beliau menjawab “Ibumu”*1, hingga tiga kali kemudian barulah menjawab “Ayahmu” setelahnya. Begitu mulianya seorang Ibu sehingga harus dihormati hingga tiga kali lebih besar dibandingkan dengan seorang ayah. Setelah bersusah payah mengandung selama sembilan bulan, kemudian menyusui hingga sang anak berumur dua tahun dan kemudian membesarkannya hingga dewasa dan mampu mengurus diri sendiri dan berumah tangga
Namun banyak orang yang mengeluh akan orang
tuanya-khususnya ibu, padahal ia tahu ridha Allah ridha orang tua, dan doa ibu itu sungguh tanpa
hijab di hadapan Allah sampai menembus
langit. Sehingga doa seorang ibu yang ia dipanjatkan untuk anaknya boleh jadi
sangat mudah untuk Allah kabulkan.
Keluhan yang sering muncul berkisar sifat yang tidak
sesuai keinginannya, menurutnya. Dikatakannya orang tua cerewet, suka menyuruh,
mengatur jangan ini jangan itu, ketinggalan zaman, kurang gaul dst, yang
kesemuanya merupakan kekuarangan yang tidak seberapa dibandingkan dengan begitu
banyak kebaikan dan do’a yang selalu ia panjatkan, tapi ia lupakan.
Setelah besarm, dewasa bahkan berumah tangga dan
menjadi ibu, barulah sadar, barulah menyelami perasaan ibu yang sebenarnya. Ia baru
mengerti kenapa dulu ibunya suka cerewet, harus begini, harus begitu, ternyata kesemuanya demi
kebaikan anaknya yang dilandasi kehawatiran. Ia baru tahu kalau ibunya tanpa diminta
selalu mendoakanya, sampai ada istilah disetiap tarikan napasnya ia selalu
mendoakan kebaikan anaknya.
Saat anaknya pergi sekolah, selalu ada doa. Bahkan di
sepertiga malam tidak jarang ia bangun, sholat tahajjud untuk anaknya. Kemudian
mendatangi anaknya yang sedang tidur pulas “ nak maafkan ibu ya..... ibu belum
bisa menjadi ibu yang baik bagimu”.
Saat anaknya sakit, ia yang gelisah kebingunan, kalau
boleh dipindahkan penyakitnya, ia rela untuk menggantikannya, “ ibu saja yang
sakit dst” ia rela tidur dilantai menungguinya, agar anaknya bisa tidur nyenyak
di kasur empuk berselimut tebal dst. Saat bintang sedang mereduk, persediaan habis, harapan yang ditunggu tidak kunjung datang, ibu menyiapkan makanan untuk anaknya, ia rela kalau sampai tidak ada
yang tersisa untuknya, yang penting anak dapat makan kenyang, begitu ujarnya dalam hati. Kesemuanya
baru tersadar saat sudah menjadi ibu dan ibunya sendiri sudah tiada.
Kalau tidak percaya, cobalah tanyakan kepada mereka
yang di sana, di kolong jembatan yang sudah tidak beribu lagi. Mereka suka
mengeluh bukan karena ibunya cerewet, melainkan karena mereka tidak mempunyai
ibu lagi. Bagaimana rasanya tidak mempunyai ibu. Tidak ada lagi yang
menyanyikannya saat ia gundah, tidak ada lagi yang membelai rambutnya saat ia
butuh kasih sayang dst.
Ada baiknya mengenang kembali kapan terakhir bersama,
saat kesal dan memarahinya. Meski itu dilarang agama , Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan
penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’Al-Israa’ : 23-24
bertobatlah dan yang masih mempunyai ibu, sepatutnya
taat dan menghormatinya, Jangan sampai pernah
menyakiti hatinya, karena doa seorang ibu mampu menggetarkan arsy Alloh dan
membuahkan ijabah dari Allah Azza wa Jalla. Karenanya “ muliakanlah” .
الْجَنَّة
تَحْت أَقْدَام الْأُمَّهَات قَالَ رَوَاهُ أَحْمَد وَالنَّسَائِيّ وَابْن مَاجَهْ
وَالْحَاكِم
“Surga itu dibawah telapak kaki ibu.” (HR. Ahmad, an-Nasaai, Ibn Maajah dan al-Hakim)...............mr------
-----------
*1. lengapnya " Dalam hadis disebutkan, Abu Hurairah bercerita: Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya pergauli dengan sebaik-baiknya?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapakah?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu sekali lagi bertanya, “Kemudian siapakah?” Beliau menjawab lagi, “Ibumu.” Orang tadi bertanya pula, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
hadis disebutkan, Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq bercerita: Ibuku datang ke tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah SAW, yaitu di saat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara beliau dan kaum musyrikin. Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah, “Ibuku datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi ibuku itu, padahal ia musyrik?” Beliau bersabda, “Ya, hubungilah ibumu” (HR Bukhari dan Muslim).