Minggu, 15 Januari 2012

Mengambil Harta Suami

Mengambil Harta Suami


mengambil milik orang lain tanpa seijinnya apapun alasannya tidak dibenarkan dalam Islam. Begitupun dengan uang suami sendiri, sekalipun untuk kebaikan dan keperluan keluarga, kecuali dengan suatu alasan yang sangat dibenarkan, karena yang demikian termasuk kategori pencurian. Al-Qur'an menegaskan dalam firmanNya :
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya -sebagai- pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.Allah Mahaperkasa dan Mahabijaksana.” QS Al Maidah 5: 38

Ayat tersebut mensyaratkan Ketentuan pencurian itu  berlaku bagi suami istri dalam sebuah sebuah keluarga, dilarangan mengambil harta bagi kedua belah pihak. Namun ada pengecualian bagi suami yang bakhil, maka istri diperbolehkan  mengambilnya sebagai keperluan keluarga, tapi harus diingat, bila penafkahan keluarga sudah diberikan dan cukup, maka istripun terlarang untuk mengambilnya, setidaknya ini menurut mazhab Syafi'i.


Menurut Mazhab Hanafi, dalam hal ini hukumnya tegas tidak diperbolehkan, kecuali harta yang memang sudah menjadi hak istri. Sedangkan di Mazhab Maliki, berpendapat hampir sama dengan mazhab Suyafi'i, yaitu diperbolehkan selama istri termahjub -terhalang- dari haknya. Hal ini merujuk pada hadist riwayat Aisyah RA. Hadis itu mengisahkan pengaduan oleh Hindun bin Atabah di hadapan Rasulullah. Ia mengaku telah mengambil uang dari suaminya, Abu Sufyan. dikisahkan, sang suami, menurutnya, sangat bakhil, sehingga ia terpaksa mengambil harta suami tanpa sepengetahuannya. Lalu, Rasulullah mengatakan, “Ambillah sebatas apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan sewajarnya
.”mr-jan2012

Tidak ada komentar: