Secara kebetulan tetangga saya ada yang manganut LDII – Lembaga Dakwah Islam Indonesia, mereka
sekeluarga kelihatan tekun dan taat menjalankannya, mulai dari
pengajian, sholat dan terawih di bulan puasa di tempat yang sama, yaitu
di masjidnya sendiri, begitu
juga untuk urusan sholat jum’at mereka selalu melaksanakannya di
masjidnya. Selama saya bertetangga saya belum pernah melihatnya sholat di masjid lain, ia bersama keluarganya dapat dipastikan selalu sama-sama sholat dimasjidnya sendiri. Salah besar dan tidak sah kalau ia sholat di masid lain, karena meskipun sama-sama Islam, bila bukan dari jama’ahnya dianggap kafir, itu kesan yang saya tangkap selama bertetangga. Namun
demikian ia terlihat suka hadir dalam acara tahlilan yang
diselenggrakan tetangga lingkungan, walaupun saya tahu hal itu tidak
lajim dalam LDII.
Dilihat
dari sejarahnya, sepengetahuan saya organisasi ini sudah beberapa kali
dibekukan pemerintah, hanya saja setiap kali dibekukan selalu berganti
nama, amir pimpinannya yang berperan dalam hal ini. Awal kelahirannya,
di sekitar tahun 1951-an, bernama ‘Islam Jamaah’ atau Darul Hadist,
pernah berganti nama menjadi Lemkari –Lembaga Karyawan Islam,
Lemkari-Lembaga Karyawan Dakwah Islam dan teakhir menjadi LDII – Lembaga
Dakwah Islam Indonesia, di tahun 1990-an.
Ada
tiga sumber hukum LDII yang dipakai, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadist Manqul
dan perintah amir-pimpinan. Menurutnya Al-Qur’an dan Hadist Manqul
adalah doktrin suci langsung dari Allah SWT kepada Malaikat, terus ke
nabi, dan dari nabi ke muridnya sampai yang terakhir kepada amir LDII.
Oleh karena itu menurut pahamnya pendapat amir adalah mutlak benar
adanya, dan dipandang sah oleh seluruh anggotanya. Sebaliknya pendapat
dan penafsiran ulama lain dianggap tidak sah dan tidak boleh
dipergunakan sebagai pedoman. Bila orang Islam belajar pada ulama lain
hukumnya kafir, belajar agama yang benar hanya kepada amir LDII.
Karena konsep dan penempatan amir begitu tinggi dan tidak boleh dibantah, seorang jamaah harus patuh tanpa boleh membantah. Misalnya dalam sebuah pengajian, seorang
jamaah tidak diperbolehkan bertanya apalagi membantah amir. LDII telah
menetapkan sebuah fatwa berasal dari amir, jamaah tinggal
melaksanakannya saja, karena agama bukan untuk didiskusikan melainkan
untuk dilaksanakan, begitu menurutnya. Bila berani melanggarnya maka
akan dikenakan denda, dan bila jamaah meninggal dunia, harta
peninggalannya harus diserahkan kepada amir. Demikian sepengetahuan
saya, dan tulisan singkat ini diilhami dari obrolan teman sehabis
badminton menjelang pilgub Banten. Mr.okt2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar