Selasa, 03 Januari 2012

LDII yang saya tahu

LDII yang saya tahu
Secara kebetulan tetangga saya ada yang manganut LDII – Lembaga Dakwah Islam Indonesia,  mereka sekeluarga kelihatan tekun dan taat menjalankannya, mulai dari pengajian, sholat dan terawih di bulan puasa di tempat yang sama, yaitu di masjidnya sendiri,  begitu juga untuk urusan sholat jum’at mereka selalu melaksanakannya di masjidnya. Selama saya bertetangga saya belum pernah melihatnya  sholat di masjid lain, ia bersama keluarganya dapat dipastikan  selalu sama-sama sholat dimasjidnya sendiri. Salah besar dan tidak sah kalau ia sholat di masid lain,  karena meskipun sama-sama Islam, bila bukan dari jama’ahnya dianggap kafir, itu kesan yang saya tangkap selama bertetangga.  Namun demikian ia terlihat suka hadir dalam acara tahlilan yang diselenggrakan tetangga lingkungan, walaupun saya tahu hal itu tidak lajim dalam LDII.

Dilihat dari sejarahnya, sepengetahuan saya organisasi ini sudah beberapa kali dibekukan pemerintah, hanya saja setiap kali dibekukan selalu berganti nama, amir pimpinannya yang berperan dalam hal ini. Awal kelahirannya, di sekitar tahun 1951-an, bernama ‘Islam Jamaah’ atau Darul Hadist, pernah berganti nama menjadi Lemkari –Lembaga Karyawan Islam, Lemkari-Lembaga Karyawan Dakwah Islam dan teakhir menjadi LDII – Lembaga Dakwah Islam Indonesia, di tahun 1990-an.

Ada tiga sumber hukum LDII yang dipakai, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadist Manqul dan perintah amir-pimpinan. Menurutnya Al-Qur’an dan Hadist Manqul adalah doktrin suci langsung dari Allah SWT kepada Malaikat, terus ke nabi, dan dari nabi ke muridnya sampai yang terakhir kepada amir LDII. Oleh karena itu menurut pahamnya pendapat amir adalah mutlak benar adanya, dan dipandang sah oleh seluruh anggotanya. Sebaliknya pendapat dan penafsiran ulama lain dianggap tidak sah dan tidak boleh dipergunakan sebagai pedoman. Bila orang Islam belajar pada ulama lain hukumnya kafir, belajar agama yang benar hanya kepada amir LDII.

Karena konsep dan penempatan amir begitu tinggi dan tidak boleh dibantah,  seorang jamaah harus patuh tanpa boleh membantah. Misalnya dalam sebuah pengajian,  seorang jamaah tidak diperbolehkan bertanya apalagi membantah amir. LDII telah menetapkan sebuah fatwa berasal dari amir, jamaah tinggal melaksanakannya saja, karena agama bukan untuk didiskusikan melainkan untuk dilaksanakan, begitu menurutnya. Bila berani melanggarnya maka akan dikenakan denda, dan bila jamaah meninggal dunia, harta peninggalannya harus diserahkan kepada amir. Demikian sepengetahuan saya, dan tulisan singkat ini diilhami dari obrolan teman sehabis badminton menjelang pilgub Banten. Mr.okt2011.

Tidak ada komentar: