Minggu, 24 September 2017

Gus Sholah: Pemuda NU Jangan Lupakan Kekejaman PKI pada Kiai dan Santri

AKARTA—Kepada pemuda NU, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang KH. Shalahuddin Wahid, mengimbau agar tidak melupakan sejarah soal kekejaman komunis pada Kiai dan Santri sejak 1965 ke belakang.
“Anak-anak muda NU yang tidak merasakan suasana yang terjadi pada tahun 1965 ke belakang, jangan melupakan (kekejaman) ini. Kalau (warga Nahdliyin) yang mengalami gak mungkin lupa,” kata Gus Sholah saat mengisi acara ICMI ‘Sosialisasi Empat Pilar’ di MPR, seperti dikutip dari Republika, Sabtu (23/9/2017).
Adik kandung Gus Dur ini menyayangkan bila ada anak muda NU atau generasi muda NU yang memperdebatkan apa yang dilakukan PKI di masa lalu. Sebab menurut Gus Sholah PKI jelas bertanggung jawab atas penyiksaan dan penculikan para Kiai dan santri NU di Jawa Timur sejak peristiwa Madiun 1948.
PKI dan Komunisme, menurut Gus Sholah, menjadi momok sejarah bagi bangsa ini karena bahaya laten ideologis itu masih ada. Hal yang sama dengan pemberontakan DI/TII, dimana mereka ditumpas habis hingga 1960-an. Termasuk pemberontakan Permesta itu soal ketidakadilan ekonomi.

-----------

Publik-News.com – Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Jenderal (Pur) Try Sutrisno merasa heran dengan wacana kemunculan PKI yang kembali ingin dihidupkan.
Ia meminta semua pihak mewaspadai karena anak cucunya bisa masuk pendidikan Akademi Militer.

“Sekarang tidak mustahil anak cucu PKI akan masuk ke Akmil. Itu sasaran strategis jangka panjang,” kata Try Sutrisno di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, (22/9/2017).
Mak itu, ia meminta jajaran di pendidikan Akmil, Akademi Ilmu Kepolisian, maupun di Angkatan Udara dan Angkatan Laut agar lebih hati-hati.
“Intinya kewaspadaan kepada PKI harus tetap karena ideiologi predator Pancasila itu banyak,” ujarnya,”ujarnya
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menginstruksikan prajuritnya agar selalu waspada dengan kemunculan komunis yang ingin menyusup ke Akmil.
“TNI selalu waspada bagi yang masuk TNI karena ini sudah keputusan, tetapi kami tahu itu siapa saja. Tidak menutup kemungkinan kami, tidak semua datanya kami tahu. Tetapi diterima,” ujar Gatot.(Fq)

------------

TRIBUNJABAR.CO.ID, JAKARTA - Kamis (21/9/2017) siang, Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal TNI A Yani tiba-tiba ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah.
Museum yang terletak di jalan Lembang No.58, Menteng, Jakarta Pusat ini memang menjadi tempat bersejarah di mana Jenderal Ahmad Yani ditembak oleh pasukan Tjakrabirawa pada 1 Oktober 1965.
Tepat di halaman depan museum yang dulunya kediaman Jenderal Ahmad Yani, sang putra bungsu yakni Eddy Yani tengah bercerita kepada para pengunjung museum tentang peristiwa kelam tersebut.

"Ini bapak Eddy yang di film G30S/PKI yang masih kecil itu ya. Bapak berarti yang menyaksikan langsung Pak Jenderal A. Yani ditembak dan diculik oleh pasukan Tjakrabirawa ya?" tanya salah satu pengunjung.
"Iya benar bu. Saya yang menyaksikan langsung bapak ditembak, diseret, dibawa pergi," jawab Eddy Yani.
Diketahui memang, Eddy Yani yang saat itu berumur 7 tahun memang menyaksikan secara langsung peristiwa penembakan ayahnya tepat pukul 04.35 WIB.

Eddy Yani pulalah yang membangunkan Jenderal Ahmad Yani sesaat sebelum peristiwa berdarah itu terjadi.
Mendengar cerita Eddy, salah satu pengunjung bahkan membayangkan terjadinya peristiwa tersebut.


Bahkan, raut wajahnya sampai ditutupi dengan tangan.
"Yaa..Allah.. kejam sekali mereka ya pak," ucap pengunjung lainnya.

Sementara itu, Kasyono warga Serang, Banten sengaja mengajak istri beserta ketiga anaknya untuk mengunjungi museum bersejarah Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal TNI Ahmad Yani.
Ia beralasan, kedatanganya ke sini untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anaknya mengenai Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani dibunuh.

"Alasan saya datang ke sini untuk memberi tahu anak saya bahwa salah satu sejarah di negara kita itu ada seperti ini gerakan G30S/PKI. Yang menjadi korban 7 Jenderal salah satunya Pahlawan Revolusi namanya Jenderal A. Yani ada disini?" ujar Kasyono kepada Tribunnews.
Selain itu, Kasyono juga mengungkapkan rasa bahagiannya bisa bertemu dan berbincang langsung dengan anak dari Jenderal A. Yani.
"Saya seneng ya, jadi tahu peristiwa G30S/PKI itu seperti apa langsung dari anak Pak A. Yani. Teryata kenyataannya lebih kejam ketimbang filmnya," katanya. (Fransiskus Adhiyuda Prasetia)

Tidak ada komentar: