1. Melarang secara mutlak
Sebagian ulama
yakni dari kalangan mazhab Malikiyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa
mutlak diharamkan bagi orang-orang kafir masuk ke dalam rumahnya Allah, baik
itu masjid diluar tanah haram lebih-lebih masjidil Haram dan Nabawi.[2]
Ash-Shawi menyatakan,
“Orang kafir dilarang masuk masjid
sekalipun diizinkan oleh orang Islam, kecuali karena ada aktivitas yang
bersifat darurat..”[3]
Diantara dalil
yang digunakan oleh pendapat ini adalah firman Allah ta’ala :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا
الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, oleh itu janganlah mereka itu menghampiri Masjidil Haram sesudah tahun ini.” (QS. at-Taubah: 28)
Dalil lain
adalah atsar dari sebagian sahabat sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn
Qudamah, karena Abu Musa al-Asy’ari pernah menemui khalifah Umar radhiyallahu
‘anhuma dengan membawa surat. Umar berkata kepada Abu Musa, “Panggil orang yang menulisnya, untuk
membacakannya.” Abu Musa menjawab, “Dia
tidak boleh masuk masjid.” Umar bertanya, “Mengapa?” Abu Musa menjawab, “dia Nasrani”.[4]
Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan ketika beliau sedang berkhutbah
di atas mimbar tiba-tiba melihat orang majusi masuk masjid. Kemudian beliau
turun, dan memukulnya serta menyuruhnya keluar.[5]
Dalil berikutnya adalah
prilaku penduduk Madinah sebagaimana yang disebutkan oleh al Qurthubi. Juga dimasa
kekhalifahan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz beliau menulis surat untuk para pejabat di
daerah : “Di rumah-rumah
(Allah) itu, Allah mengizinkannya untuk diagungkan, dan disebut nama-Nya.” (QS an-Nur : 36) Maka
masuknya orang kafir ke masjid bertentangan dengan upaya mengagungkan rumah
Allah. Dalam Shahih Muslim dan lain-lain juga dinyatakan, “Bahwa masjid-masjid ini tidak boleh ada
sedikitpun kencing dan kotoran..”
Padahal orang kafir tidak terhindar dari semuanya itu.
Baginda Nabi juga bersabda, “Masjid tidak
dihalalkan untuk orang yang haid dan junub.” Orang kafir itu masuk dalam
kategori junub, padahal Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” Allah menyebut mereka najis, apakah dzatnya
yang najis ataukah dijauhkan dari jalan hukum Allah. Mana saja dari keduanya,
hukum menjauhkan mereka dari masjid tetap wajib, karena ‘illat-nya adalah
najis, dan faktanya ada pada diri mereka, sementara kesucian itu ada di masjid.[6]
2. Membolehkan secara mutlak
Kalangan Mazhab
al Hanafiyyah membolehkan secara mutlak orang kafir masuk masjid manapun. Baik itu
masjid dluar tanah haram ataukah masjidil haram dan masjid Nabawi.[7]
Dalil pendapat
ini didasarkan kepada adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi
wassalam sendiri menerima para utusan dari Bani Tsaqif di dalam masjid.
Padahal para utusan jelas-jelas orang kafir dan bukan muslim.
Dalil lainnya adalah hadits yang berbunyi :
إِنَّهُ
لَيْسَ عَلَى الأْرْضِ مِنْ أَنْجَاسِ النَّاسِ شَيْءٌ إِنَّمَا أَنْجَاسُ
النَّاسِ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
“Tidak ada di atas bumi ini bekas najis manusia, sesungguhnya najis manusi itu adanya di dalam diri mereka sendiri. (HR. Bukhari dalam Syarah Ma’ani Al-Atsar)
Adapun mengenai ayat : “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS at-Taubah :28)
kalangan ini menyatakan bahwa maksudnya adalah, “Jika mereka masuk dengan
sombong, untuk menguasai atau telanjang (tidak menutup aurat), sebagaimana
tradisi mereka pada zaman Jahiliyah. Jika tidak, maka tidak ada
larangan.”[8]
3. Membolehkan dengan catatan/pengecualian
Kalangan Mazhab
Syafi’iyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa bahwa orang kafir
diharamkan secara mutlak untuk masuk masjidil haram dan masjid Nabawi, namun
dibolehkan di masjid selain keduanya bila dizinkan.
Imam al-Syafi’i rahimahullah
berkata : “Tidak apa-apa orang
musyrik masuk seluruh masjid kecuali
masjidil haram, sebab Allah berfirman : “Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis ,
maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini (QS. al-Taubah : 28).”[9]
Berkata imam Nawawi : “Orang kafir tidak diperbolehkan memasuki Haram Makkah
dengan keadaan apapun, sama saja pada masjidnya atau lainnya. Namun, boleh bagi
orang kafir memasuki masjid-masjid yang lainnya dengan izin orang Islam, bukan
masuk tanpa izin.”[10]
Kelompok
pendapat ini mengkompromikan antara hadits-hadits yang digunakan oleh kalangan
yang melarang dan yang membolehkan orang kafir masuk masjid.
-----------
[1] Fathul
Bari (1/560), al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (20/245), al
Fiqh al Islaami wa Adillatuhu (1/482).
[2] Al
Ikhtiyar (4/166), Ibn Abidin (1/115), al Jawahirul Iklil
(1/23).
[3] Hasyiyah as Shawi ‘ala as Syarh as-Shaghir
(1/160).
[4] Al
Mughni (13/202)
[5] Mathalib
Uli an-Nuha (2/617).
[6] Tafsir
al Qurthubi (8/103).
[7] Ar
Raudhatut Thalibin (1/296).
[8] Radd
al Mukhtar ‘ala Durr al Mukhtar (6/691).
[9] Al
Umm (1/71).
[10] Raudlatuth
Thalibin (1/296).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar