Selasa, 14 Oktober 2008

Reformasi TNI Masih Temui Kemandekan

Reformasi TNI Masih Temui Kemandekan

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan dan Markas Besar TNI, diminta melakukan refleksi atas 10 tahun berjalannya reformasi khususnya di dalam tubuh TNI sendiri. Diakui hingga sekarang memang terjadi banyak kemajuan, namun masih banyak pula kewajiban yang mandek dan perlu dicari terobosannya. Pernyataan itu disampaikan Anggota Komisi I dari Fraksi PDIP, Andreas Pareira, Selasa (14/10), kepada Kompas.

Menurutnya, kemajuan yang berhasil dicapai tersebut terutama terkait reformasi di bidang politik terkait penghapusan Dwifungsi ABRI dan pemisahan TNI-Polri. Semua perubahan tadi terjadi pada pemerintahan sebelumnya, KH Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. "Akan tetapi sepanjang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekarang tindak lanjutnya terkesan mandek," ujar Andreas.

Selain itu kemandekan lain, tambah Andreas, tampak dari proses legislasi terutama terkait Reformasi Sektor Keamanan, sesuai program legislasi nasional sejak tahun 2004. Dari 17 RUU terkait reformasi sektor keamanan tadi, baru satu yang lolos menjadi produk Undang-Undang yaitu UU Anti Penggunaan Ranjau Darat. "Kalau pun ada produk RUU yang sedang dibahas sekarang, macam RUU revisi UU Peradilan Militer, prosesnya bisa dibilang mandek," ujar Andreas.

Andreas menambahkan, reformasi yang terjadi di tubuh TNI masih sebatas masalah struktural dan belum menyentuh persoalan mendasar lain, terutama terkait perubahan perilaku TNI sebagai prajurit profesional dalam sebuah negara demokratis. Lebih lanjut di tempat terpisah, Anggota Komisi I dari Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi lebih menyoroti persoalan reformasi TNI terutama terkait penertiban dan pengambil alihan seluruh bisnis TNI sesuai amanat pasal 76 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Yuddy mengaku melihat ada kecenderungan para petinggi militer dan Dephan mencoba mengulur waktu pengalihan seluruh bisnis yang ada hingga mendekati batas akhir sesuai tenggat yang ditetapkan UU TNI, 16 Oktober 2009. Padahal jika pemerintah punya niat baik, proses pengalihan tersebut seharusnya dilakukan secepat mungkin lantaran hal itu merupakan amanat perundang-undangan.

Menurut Yuddy, TNI tidak berlama-lama saat diminta melepaskan peran politik praktis mereka sesuai amanat UU. "Kalau ditunda-tunda, khawatirnya bisnis-bisnis TNI yang dialihkan nanti ibarat tinggal 'jerami'-nya saja karena bulir-bulir 'gabah'-nya sudah tidak ada lagi tersisa karena sudah berpindah tangan," ujar Yuddy.

Yuddy menambahkan, hal itu sebenarnya sudah pernah diingatkan Komisi I saat menggelar rapat kerja dengan Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI. Saat itu dari sekitar seribu lebih badan usaha di seluruh koperasi dan yayasan di lingkungan TNI, nilai aset yang tercatat tidak lebih dari Rp 1 triliun. Kondisi itu mengundang pertanyaan besar. "Perkembangan hari ini, saya yakin nilai asetnya jauh lebih kecil lagi karena sejumlah kegiatan usaha, bangunan, dan aset tanah milik TNI sudah berpindah tangan,"mr-kompas

Tidak ada komentar: